Wednesday, February 11, 2009
JANGAN SADARIN CEWEK
JUDUL BUKU : JANGAN SADARIN CEWEK
PENULIS : CHIO
PENERBIT : DIANDRA
ISMN : 978-979-17113-0-3
HARGA : 28.000,-
Jangan Sadarin chio
Oleh : Haryo Pratikno*
“Capek...”, salah satu kata yang bisa diberikan untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana setelah baca buku ini?” Tentu saja, ini bukan buku paling tebal atau paling ‘berat’ yang pernah saya baca, tapi tetap saja, ini buku yang paling bikin saya capek. Membaca buku perdana Chio ini (meskipun bukan tulisan perdananya) bener2 membutuhkan energi kesabaran lebih buat orang seperti saya.
Tentu saja insya Allah saya juga bukan termasuk orang yang kebagian jatah makian atau yang tidak boleh ‘disadarkan’ dalam buku ini. Tapi kayaknya saya juga bukannya berada di sisi Chio, i mean... you don’t have to be an asshole to tell the truth.
Saya teringat pada sebuah kata pengantar oleh seorang –saya lupa namanya- tokoh liberal, untuk bukunya Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi. Maaf, judul bukunya saya juga lupa, tapi kalau tidak salah “Ideologi Islam”, atau “Islam Ideologis”, atau apalah yang senada dengan itu. Tokoh itu, pada awal pengantarnya, menuliskan pertanyaan, “Apakah kata pengantar harus selalu menyetujui pemikiran penulis buku?” Karena selama ini biasanya yang dimintai menulis kata pengantar adalah tokoh yang sejalan dengan pemikiran penulis buku. Sedangkan dia sama sekali tidak menyetujui pensifatan Islam sebagai ideologi oleh Al-Qaradhawi. Sejak membaca judul saja dia sudah tidak sepakat. Oleh karena itu, meluncurlah kemudian kalimat demi kalimat dalam kata pengantar itu yang sepenuhnya mengkritik pandangan Al-Qaradhawi.
So, seperti tokoh itu, saya juga akan tidak mendukung sepenuhnya isi buku yang ditulis teman saya ini.
First of all... Membaca buku ini hampir sama dengan mendengarkan lagu-lagu band Jamrud. Band yang paling dibenci para feminis. Dengarlah misalnya lagu “Putri” atau “Trouble Shanty”. Aziz MS rasanya selalu menyudutkan cewek untuk segala kerusakan sosial. Buku ini sarat kritikan buat kaum perempuan, dikemas dengan gaya bicara cowok brengsek, dan muncullah judul “Jangan Sadarin Cewek!”. Judul yang membuat buku ini seakan hanya ditujukan buat para cowok. Seakan buku ini jangan sampai jatuh ke tangan cewek, takutnya mereka pada sadar... kan gitu. Akan tetapi tujuannya tentu sebaliknya, Chio justru ingin buku ini dibaca oleh mereka para cewek. Harapannya mereka marah, tersinggung, dan justru menjadi sadar. Tapi kalaupun tidak sampai sadar, membuat mereka marah saja itu sudah cukup memberi ‘kepuasan’ untuk penulis. Eh... saya tidak salah kan Chio?
Saya mempunyai kesan, Chio ini sebagai laki-laki normal (dan masih membujang) tentu mendambakan pendamping yang sempurna (apa pun kriteria sempurna bagi dia). Dan dia benar-benar resah ketika kebanyakan para perempuan yang ‘physically perfect’ buat dia ternyata tidak ‘mentally perfect’. Tapi itu menurut saya... Kalau salah ya dimaapin, tapi kayaknya sih nggak salah.
Semua orang mempunyai naluri mempertahankan diri. Bentuknya bisa keinginan untuk tampil, menonjol, eksis, diakui, dihargai, kalau perlu dipuja-puja dan dielu-elukan. Dalam konteks laki-laki dan perempuan yang Tuhan katakan telah diciptakan untuk berpasang-pasangan, maka semua ingin ‘laku’, semua ingin dicintai. Sebenarnya secara teori, konteks ini masuk ke teori naluri yang berbeda yaitu naluri melangsungkan keturunan. Akan tetapi pada kenyataannya, kedua naluri ini sangat tipis perbedaannya, terutama di kalangan remaja. Pembahasannya di sini lebih kepada naluri mempertahankan diri.
Naluri mempertahankan diri yang ingin tampil, eksis, diakui, dihargai, dan lain sebagainya itu sebenarnya bukan semudah membalik telapak tangan. Perlu learn, fight, and struggle hingga pribadi kita layak untuk eksis dan diakui. Akan tetapi di era kapitalisme sekarang ini, dengan berbagai pembentukan opini media, --iklan, tv, majalah, film, lagu-lagu, sinetron, dsb-- seakan ada jalan pintas bagi mereka-mereka yang kebetulan dilahirkan dengan cetakan yang bagus, tampang di atas rata-rata. Dengan tanpa perjuangan panjang, mereka bisa tampil, eksis, diakui, dihargai, digilai, dielu-elukan, didambakan, dst. Maaf, ini satu pandangan kasar yang masih terlalu umum. Bahasannya memang sangat kompleks. Tapi saya toh hanya menulis pengantar, saya hanya berharap bahasan ini mestinya bisa lebih dari sekedar maki-makian. Sayang itu tidak terjadi dalam buku ini.
Itulah yang saya tidak tega membaca buku ini. Secara materi, kurang lebih saya setuju sajalah dengan pemikiran Chio. Tapi secara bahasa penyampaian saya wajib keberatan. Bahasa yang kasar dan kadang menjadi tidak senonoh, membuat saya harus sering-sering tarik napas dan ngelus dada. Saya jadi ingin memutarkan satu lagu dangdut, “Sungguh teganya dirimu, teganya teganya teganya teganya teganya.....” menulis seperti itu untuk perempuan.
I was once had the same feelings. Semasa SMU saya mengalami perasaan yang sama terhadap cewek. Bagi saya dulu, cewek itu candu saja, para cowok mau mengeluarkan dan berkorban apa saja demi menggaet cewek yang ditaksirnya. Kalau sudah pernah melihat film “The Transformer”, itulah yang saya maksudkan. Ketika Sam Witwicky memaksa temannya turun dari mobilnya dan berjalan kaki, demi dia ingin memberi tumpangan seorang cewek sexy yang diincarnya. Seperti itulah yang kerap terlihat. Saya sih bukannya pernah dipaksa turun dari motor temen gara-gara dia mau ngeboncengin cewek. Tidak. Kalaupun pernah, saya tidak akan pernah bisa mengerti dan memakluminya. Itu tidak benar bagi saya.
Mengorbankan teman, menomorduakan teman, mengingkari janji, meninggalkan latihan basket, bolos latihan band, merubah karakter, membohongi diri sendiri, dan sebagainya, gara-gara cewek. Perasaan saya dan juga banyak teman lain nggak pernah gitu-gitu amat deh, makanya memang menurut saya it’s not supposed to be like that. Merusak persahabatan demi apa? Ketimbang kebelet pingin ngerasain raba-raba, cium-cium, dan remas-remas cewek aja.... Ups, bahasa saya kok jadi kayak Chio? Maaf maaf...
Sudahlah, pengantar ini kok jadi lebih panjang dari tulisannya Chio sendiri. Kalian baca dan telan sajalah tumpahan emosi Chio ini lembar demi lembar, see if you can make it to the last page. He he he. And for all ladies yang terjebak membeli buku ini, tolong maafkan teman saya yang satu ini ya? Percayalah dia tidak bermaksud apa-apa kecuali ingin membuat dunia menjadi lebih baik, bring back love to its very truly meaning... Mungkin benar juga, hari gini saya jadi ingin muter Silverchair, “And i miss you love...”.
Sekarang saya harus segera pergi kuliah Pancasila (hiks).
Yogyakarta, Jum’at 23 Nop. 07
*) Just a lovely friend
Sebuah tulisan tangan yang berbeda, namanya juga tidak sama. Mungkin ini nama aslinya? Tapi tidak mungkin. Dari segi bahasa yang digunakan. Cara berpikirnya. Belum lagi judulnya yang aneh. Isinya pun bahkan sedikit banyak malah mengkritik si chio. Terutama yang membuat ku yakin ini bukan dari dia sendiri adalah gaya tulisan tangannya yang berbeda. Kulanjutkan membacanya. Sepertinya ini akan menjadi sebuah kejutan.
Dapatkan buku ini di toko-toko buku terdekat anda:
1. Gramedia
2. Gunung Agung
3. Karisma
4. Utama
6. Toga Mas
7. Social Agency
Ato Pemesanan langsung hub.
CV. Diandra Primamitra Media
Pusat: JL. Tasura No. 31, Pugeran, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yk
Telp. 0274-871159 (Up. M. Sholikin)
Cabang: Jl. Kebon Kelapa Raya No. 08, Utan Kayu Selatan, Matraman, Jakarta Timur
Telp. 021-85908215 (Up. M. Zaenal Lutfi)
Ongkos Kirim Tanggung Pemesan.
SMS Online: 081578784085
(Up. Yusuf)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment