Monday, January 19, 2009

Sang Penghadang

JUDUL BUKU: Sang Penghadang
PENULIS : Taufiq Tan

PENERBIT : Manhaj

ISBN : 979-182280-8

HARGA : 39.000,-















Resensi:

Membongkar Selubung Fundamentalisme Radikal

SANG PENGAHADANG

Pascaperistiwa WTC 11/09 tahun 2001 terorisme (irhabiyyun)
ramai dibicarakan. Sebagian kalangan menuding itu ulah radikal jaringan
fundamentalis agama Islam. Polemik yang sensitif ini sering menyulut reaksi berbagai
kalangan karena menyangkut keyakinan.

Fundamentalis yang dianggap melakukan kekerasan
(baca: radikal) itu tak hanya ada dalam Islam, tetapi juga dalam Kristen, Hindu,
Yahudi, ataupun Budha. Hampir setiap agama memiliki kelompok fundamental yang
dapat menjadi ancaman perdamaian kehidupan manusia, jika dianggap radikal. Sebab
itulah, kelompok ini merujuk pada konotasi negatif yang bercirikan reaksioner,
bukan aksioner.

Munculnya beberapa kelompok dalam
Islam seperti Khawarij, Syiah, Mu’tazilah dan sebagainya sejak Khulafaurrasyidin
merupakan bukti reaksi radikal yang berakar dalam sejarah. (Tarmizi Taher dkk. 2004: 77).

Dalam Kristen, kelompok ini muncul
akibat reaksi modernisme dan perkembangan lembaga gereja yang dianggap
terkontaminasi oleh unsur-unsur buruk dunia, pandangan liberalistik,
intelektualistik. Lantas, menurut Eddy Kristiyanto, mereka cenderung eksklusif,
separatis, dan sektarian, yang hanya menginterpretasikan sumber agama (injil)
secara letterlijk semata. Mereka lebih agresif dalam menyebarkan agama
demi mendapatkan kuantitas pengikut dan berupaya agar orang lain berpindah
agama dengan segala cara ditempuh untuk traktat keagamaan mereka.

Demi mengukuhkan identitas dan eksistensinya
mereka mengklaim (truth claim) agama dan kelompoknya yang paling
benar. Apakah ini ajaran agama yang katanya cinta damai atau hanya
kebencian doktrinal yang menjadi “radikalisme” semata?

Pembenaran atau Kebenaran

Sebagaimana buku “Aku Melawan
Teroris: Sebuah Kedustaan atas Nama Ahlussunnah” karya Abu Hamzah Yusuf
Al-Atsary, yang memandang radikalisme sebagai pembenaran atas aksi yang
mengatasnamakan agama, buku “Sang Penghadang” karya Taufiq Tan ini pun mencoba mengungkap
selubung di bawah permukaan yang kelihatannya tenang, ternyata ada kekerasan
atas nama agama (radikalisme religius) di sana.

Tan memotret kehidupan seorang
lelaki yang menghadapi frustasi ekonomi dalam menyelesaikan kuliah, karena
keluarga yang tak mampu. Akhirnya Muhammad Raehan—nama lelaki itu—memutuskan Murtad, dibaptis dengan
nama Stefanus Rae, lalu dibantu Romo mendapatkan gelar ST, berpredikat cumlaude.
Meski terusir dari keluarga dan tidak diakui sebagai anak oleh orang tuanya,
bagi Steff ini sebuah pilihan tepat masuk ke dalam ‘selubung’ untuk menggagalkan
misi-misi doktrinal “Master Plan 2020: Kristenisasi Indonesia” dengan
membocorkan setiap misi kepada panglima Asaad Ali. Bukan hal mudah ia lakoni
semua ‘pengkhianatan’ ini. Pada saatnya sang tupai pun terjatuh dan topeng itu
pun terkuak. Jendral Mardoni, sang pemimpin project, menerima rekaman gambar
dari anak buahnya bahwa Steff sedang sholat malam di kamar dengan lampu padam dan
terjawab sudah kecurigaan atas misi-misinya yang gagal. Sang jenderal murka,
lalu ia menghabisinya.

Dramatis, untuk sebuah jawaban
atas stigma negatif kepada Islam. Sebuah karya yang mengukuhkan kekerasan atas
nama agama memang sebagai ancaman bagi kedamaian umat manusia. Lengkap dengan
setting politik nasional yang melengkapi ‘luka-luka’ agama di negeri ini;
Peristiwa 1998, tragedi Ambon, gejolak politik di Lombok, pemekaran wilayah di
Papua, Maluku Utara, Kupang, Flores, dan sebagainya.

Mencengangkan, kekerasan akibatkonflik selama
ini terjadi yang membakar dan memadam tanpa sebab. Ada sesuatu di balik itu.

Karya propokatif ini menarik untuk dibaca siapapun
yang ingin mengetahui kehidupan di baliknya. Sayangnya, pemaparan Tan terkadang
melompat dan membuat anda bingung. Dimana mendaratnya sebuah kata? Ini fiksi
atau fakta?

Entah benar atau tidak, kisah Steffanus
Rae, Sang Penghadang ini? Yang jelas, tak ada kebenaran objektif yang bebas
nilai. Habermas pernah menegaskan bahwa penekanan atas kepentingan adalah
kepentingan itu sendiri. Walau kadang kita tak bisa membedakannya. Kebenaran
atau pembenaran? Wallahu a’lam bis shawab.

Resensor: M. Fathoni

Mahasiswa Sastra UAD Angkatan 2005

Dapatkan buku ini di toko-toko buku terdekat anda:
1. Gramedia
2. Gunung Agung
3. Karisma
4. Utama
6. Toga Mas
7. Social Agency

Ato Pemesanan langsung hub.
CV. Diandra Primamitra Media
Pusat: JL. Tasura No. 31, Pugeran, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yk
Telp. 0274-871159 (Up. M. Sholikin)
Cabang: Jl. Kebon Kelapa Raya No. 08, Utan Kayu Selatan, Matraman, Jakarta Timur
Telp. 021-85908215 (Up. M. Zaenal Lutfi)
Ongkos Kirim Tanggung Pemesan.
SMS Online: 081578784085
(Up. Yusuf)

No comments: